Kami Menentukan Arah demokrasi Indonesia
Penulis menyadari keberagaman suku, agama, bahasa, budaya, ras hingga adat istiadat bangsa Indonesia yang mulai beragam dan berbeda-beda tapi rel-rel bangsa ini sudah mulai mudar dan hilangnya baut yang menancapkan pada rel tersebut dan pembaca telah menyadari pasti selama Indonesia berjalan hampir 73 tahun telah bergoyang dari segala sendi baik pendidikan, sosial, hukum, politik hingga masalah ekonomi maupun keuangan yang mulai merosot dari tahun ketahun, Indonesia dari Sabang hingga Merauke selalu dipimpin oleh suku yang sama, bahasa yang sama dan lain-lain mengapa suku bangsa di Indonesia pemimpinnya dari tidak ada dari daerah lain yang sama di Indonesia sukunya itu-itu saja kemana pantat mereka pergi kita pergi juga, kemana rasa kebangsaan itu, kemana rasa kemajemukan, lihatlah negara besar bangsa bersar yang telah lama menyadari demokrasinya, Indonesia sudah lama merasakan demokrasinya paling sederhana yaitu musyawarah dengan baik-baik, lihatlah Amerika mereka berani mengangkat orang-orang kulit hitam dengan tujuan meminimalisir jarak antara kaum kulit putih dan hitam artinya masalah Apartheid, masak bangsa Indonesia yang besar tidak berani mengangkat dari suku lain.
Para pejabat di Indonesia tidak ubah seorang feodalis sejati bukan seorang negarawan maupun martir yang membela kalangan banyak tidak mempedulikan mayoritas maupun minoritas dengan kata lain mereka terkungkung oleh patok batas politik dan tidak berani mengambil perubahan bangsa ini selalu kehabisan energi untuk membuat konflik sejati yang berkutat pada lingkaran setan yang menyiksa dan munfik sekali dalam lingkungan, penulis menyadari masalah bangsa-bangsa di dunia ini selalu menghabiskan energi yang tidak perlu maksudnya selalu mengutarakan konflik yang dari zaman baholak itu ke itu dan selalu adanya pihak yang tidak diinginkan yang turut campur untuk memperkeruh suasana, apapun masalahnya bangsa ini sudah terlalu tua memegang segalanya Indonesia sekarang berada di ujung tanduk, ujung tebing dimana ditengahnya ada awan putih yang tidak tampak dan diujung ada tempat mendarat yang lebih baik padahal jurangnya tidak lebar apa salah mereka melangkah.
Dialektika merupakan komunikasi yang penting bagi umat manusia tapi ada satu hal dialog yang harus disimpan bahkan acapkali manusia selalu memutar otak mereka untuk berkelit maupun berdusta karena adanya ketidaknyamanan mereka dalam mengutarakan perasaan, pemikiran, bahkan sejuta harapan kepada sang pendengar dan pemerhati sekitarnya, hal ini banyak kita lihat seperti banyaknya kasus keluarga "broken home"*, hal inilah yang harus diperhatikan, negara yang kuat memiliki keluarga yang harmonis, bangsa yang besar menghargai jasa yang telah diberikan dari para pendahulunya, inilah yang harus dilihat bahwa semakin banyaknya kompetensi yang tidak sehat membuat bangsa ini semakin rapuh, disini penulis merasa cemas, khawatir dan merasakan "jangan-jangan ada yang membuat plot Indonesia akan Fallen down until Shut Down seperti Uni Sovyet" ini masih kecurigaan sementara melihat banyaknya Indonesia terlalu menggunungnya utang budi pada negara lain dan tidak sanggup membayar Goods mereka, padahal nama budi banyak..
Militer dan sipil merupakan satu kesatuan yang sangat kuat bahkan lebih kuat dari segalanya, tapi ada yang membuat penulis sedikit kecewa ada petinggi yang mengatakan "kita jadikan pulau-pulau besar di Indonesia sebagai kapal induk" ini membuat penulis merasa kecewa sampai ke ulu hati, bangsa ini maritim bung walaupun pulau besar dijadikan kapal induk maukah kamu menumbalkan masyarakat tidak berdosa, lihatlah negara besar Amerika saja mampu membuat kapal Induk walaupun pulaunya besar, China daratannya besar mampu membuat kapal Induk, Jepang pada masa perang dunia II mampu membuat kapal Induk, Filipina ada kapal Induk walaupun kontrak dengan Amerika, lah Indonesia lautnya luas, kapal induk tidak berani, kemana saja para konglomerat yang banayak uangnya demi membantu Indonesia, uang ente akan kembali jika sukses dalam segala hal pasti balik modal atau ente ada pengaruh di pemerintah, lantas kapal induk letak dimana tidak perlu cemas letak saja di Samudera Hindia, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Jawa dan batas dengan Filipina, jika tidak berani juga membuat kapal Induk hilangkan saja mitos laut kidul itu, bangsa Ini mempunyai kerajaan laut yang kuat bahkan mau membuat kapal yang hebat, Sriwijaya mampu melayari hingga Jambudwipa/Jambunada, lantas nanti berkata itu masa lalu bung, walau masa lalu kedigdayaan itu perlu dibangun kembali perlu disemangati, perlu dikompori lihat saja bangsa biadab Yahudi kok percaya ada Solomon Temple di Masjid Aqsa dan mau memanggil mesiah padahal itu mitos. sama saja hilangkan mitos warna hijau di Samudera beach hotel kenapa ente percaya.
Kapal Induk itu perlu dibuat mengingat adanya kalimat “Qui desiderat pacem, bellum praeparat“ yang sudah ada sejak masa Plato jangan pernah ente menumbalkan masyarakat walupun bangsa ini memiliki kekuatan sekalipun jadi buatlah senjata yang bisa melindungi mereka, ingatlah benda seperti obeng tujuannya memperbaiki segalanya yang rusak tapi ditangan pengkhianat dan penjahat itu jadi senjata, Indonesia negara maritim yang kuat tapi loyo selalu minta ke A.D apa tidak memalukan, angkasa Indonesia luas dan tidak berbatas tapi dibatasi oleh batas darat apa tidak malu, lihat negara besar seperti China, Amerika serikat, bahkan Rusia mau membuat senjata bahkan teknologi yang menaungi masyarakatnya lantas Indonesia berkutat pada tempatnya saja dan siap memasuki Perang Asia Timur Raya, itu Impossible mereka belum siap kenyataannya memang seperti itu, lihatlah sejarah kelam Jerman jatuh pada perang dunia I mau bangkit kembali dan menjadi raksasa teknologi pada masa perang dunia II, Jepang seperti itu juga tidak puas hasil di perang dunia I ikut perang dunia II bangkrut segalanya tapi dalam setengah dekade mampu bangkit, Indonesia dari konfrontasi seperti kucing, masuk orba seperti anak ayam yang mengganggu, masuk reformasi menjarah yang bukan hak miliknya dan Indonesia tertidur selamanya seperti cinderella yang menunggu pangeran atau satria piningit, hei pangeran itu sangat lama bung, dia mau keluar jika dunia ini kiamat loh, mau Indonesia yang sudah uzur menunggu kiamat, kalau penulis ogah...
judul diatas penulis melihat demokrasi Indonesia sudah mulai condong campur bukan pada prinsip semula yaitu Pancasila lihat saja contohnya koruptor apa dia sudah mengamalkan sila pertama padahal mereka ada agamanya loh, pemimpin zalim apakah dia mengikuti sila 1-5 kalau ada itu bukan Indonesia, pemimpin yang hebat mau mengamalkan Pancasila dari 1-5 tanpa kompromi jika agamanya bagus pasti bagus keseluruhan, penulis mengingat kalimat dari sebuah hikayat dimana mereka hidup berlima bahkan sudah seperti sahabat tapi ada 2 diantara 3 sahabat itu bertikai bahkan mengangkat keris, belati hingga pistol karena salah paham dan fitnah akhirnya salah satu sahabat marah-marah karena melihat kondisi kerajaan sambil berkata ditengah pertikaiannya "Raja bijak raja disembah, Raja zalim raja disanggah" ya itu ada di hikayat Hang tuah, maknanya raja yang elok perangai itulah diikuti tapi jika raja telah keluar jalur haruslah kita peringati beri nasihat lantas bagaiman tidak digubris, ingat Indonesia 260 juta jiwa pasti bisa mengingatkan 1 orang kok, bukan 260 juta memusuhi 1 orang tapi rangkulah mereka seperti keluarga, Indonesia banyak kriminalnya karena tidak dirangkul, diberi pekerjaan, diberi kepercayaan ya timbullah kriminal itu, coba para begal, perompak diberi pekerjaan dan di gaji secara baik tercukupi hidup mereka, tapi bagaimana tidak berubah juga ya kalu itu pasti ada kabel dan baut yang lepas di otak mereka..
*Disini penulis bukan menyinggung dari segala aspek tapi melihat kondisi bangsa Ini yang telah rapuh dari dalam, memang amplas itu kasar tapi mereka bisa menghaluskan permukaan kasar jika ada petinggi merasa kesal dengan tulisan ini penulis memohon maaf karena inilah yang penulis lihat, ingat bangsa ini memberikan hak untuk bersuara....
Komentar
Posting Komentar