PERKEMBANGAN PERS DAN PERANANNYA DALAM PERGERAKAN SOSIAL DALAM MASA REFORMASI (1998-2014)
JURNAL ILMIAH
ABSTRAK
Abstrak: Perkembangan Pers di Indonesia
tidak pernah bisa lepas pada masa penjajahan
negara Belanda dan Jepang. Berikut ini merupakan ulasan tentang pers
Indonesia di zaman pendudukan Negara Belanda dan Jepang. Pers Indonesia di
zaman Belanda juga dikelola oleh para pemimpin gerakan kebangsaan dan keagamaan
di Indonesia yang sekaligus merangkap menjadi pemimpin redaksi atau pembantu
dari majalah atau surat kabar Metode
yang digunakan adalah metode histories dan dokumenter, sedangkan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik kepustakaan, dokumentasi,
dan wawancara.Kemudian teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis deskriptif kualitatif maksud dari teknik ini adalah teknik yang
memaparkan dan menggambarkan data yang telah dianalisis. Penggunaan pers dimasa sekarang sudah semakin modern
dan infromasi tidak hanya melalui surat kabar tapi sudah merambah ke gawai
(gadget) yang semakin mudah dengan tersedianya konektivitas internet sehinga
berita dan siaran bisa dilihat oleh khalayak ramai tapi perss tidak diatur
dengan ketat akan menimbulkan berita palsu (HOAX) atau merugikan negara kasus
ini hampir sama tahun 1950-1959 dengan adanya pembredelan kantor berita Suara
Merdeka,Keng Po, Lembaga dan hal ini dilanjut pada masa demokrasi terpimpin,
orde baru yang sejatinya perss hanya sebagai terompet penguasa sejatinya perss
bisa independen dan teguh pada prisnip sesuai dengan kode etik perss.
Kata Kunci: Sejarah Perss, Perss
Modern, Agent of control
1.
PENDAHULUAN
Masa
sekarang sumber informasi semakin maju dan cepat dengan adanya
pengaruh globalisasi, kita mengenal dua strategi dalam
mencapai reformasi, yaitu dengan cara radikal dan moderat. Radikal diartikan dengan maju berpikir dan
bertindak sedangkan moderat dengan cara selalu menghindarkan perilaku atau
pengungkapan yang ekstrem(www.kbbi.web.id) dengan organisasi. Pada masa moderat
ini mulai tumbuh organisasi pergerakan. [N3] Organisasi
tersebut tidak akan tersebar luas jika tidak ada yang menyebarkannya. Di
sinilah pers berfungsi untuk menyebarkannya. Pada awalnya pers hanya sebagai
media massa semata, seiring waktu pers berubah menjadi sebagai tombak pergerakan
dan mencapai kemerdekaan Indonesia bahkan munculnya reformasi. Penelitian ini
bertujuan untuk: Mengetahui perkembangan
pers Indonesia pada masa reformasi. Mengetahui peranan pers terhadap reformasi
Indonesia.
[N4] Metode
yang digunakan adalah metode histories dan dokumenter, sedangkan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik kepustakaan, dokumentasi,
dan wawancara.Kemudian teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis deskriptif kualitatif maksud dari teknik ini adalah teknik yang
memaparkan dan menggambarkan data yang telah dianalisis. Pers memainkan peranan penting di Indonesia
sekitar abad 20 dan 21 disertai dengan berkembangnya teknologi. Banyak sekali
peranan pers terhadap reformasi bangsa ini antara lain sebagai berikut, sebagai
terompet pergerakan yang membangkitkan semangat masyarakat Indonesia, menyadarkan
masyarakat bahwa kebebasan adalah hak yang harus diperjuangkan, membangkitkan
rasa percaya diri, membangkitkan dan mengembangkan rasa perstauan, dan membuka
mata bangsa Indonesia terhadap politik dan perkembangan zaman. [N5]
Sejarah pergerakan
kebangsaan Indonesia, dikenal dua strategi politik organisasi kebangsaan dalam
kaitannya untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Dua strategi tersebut yaitu
non-kooperatif (radikal) dan kooperatif (moderat).Pada strategi moderat inilah
mulai muncul dan berkembang organisasi yang bergerak di bidang sosial budaya,
ekonomi, dan politik.Hal baru tersebut tidak akan
berkembang dan dimengerti masyarakat jika tanpa adanya informasi. maka disinilah pers berperan dalam
menyebarluaskannya. Menurut UU no. 40 tahun 1999 yang merupakan
UU pers, menyebutkan sebagi berikut:
“ lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala
jenis saluran yang tersedia.”
Menurut Ryan Sugiarto ( Mengenal Pers Indonesia, 2008:28), [N6] ada beberapa
tahapan dalam perkembangan sejarah pers di Indonesia. Pertama, di sebut “Babak
Putih” yakni dari tahun 1744 sampai tahun 1854 dimana surat kabar mutlak
dimiliki orang-orang Belanda yang dibuat menggunakan bahasa Belanda dan dibaca
oleh pembaca berbahasa Belanda. Surat kabar itu bernama Bataviasche Nouvelles. Kemudian pada tahun 1776 juga terbit surat kabar Vendu Niews. Babak kedua berlangsung antara tahun
1854 sampai masa kebangkitan nasional. Pada tahun 1854 ini dikenal sebagai
kemenangan kaum liberal (politik etis) di Belanda yang memberikan kelonggaran
pada kegiatan pers di Hindia Belanda.(Ryan Sugiarto,2008:28). Dalam pandangan masyarakat awam
jurnalistik dan pers seolah sama atau bisa dipertukarkan satu sama lain,
sesungguhnya tidak. Jurnalistik menunjukkan pada proses kegiatan. Sedangkan
pers berhubungan dengan media, baik media cetak maupun media elektronik (As
Haris Sumadiria,2008:1).
Perss merupakan senjata yang menakutkan hal ini dapat
dibenarkan pada masa Perang Dunia II yang dilakukan oleh Joeseph Goebbels yang
dikenal dengan teori Big Lie (kebohongan besar) yang sekarang santer
dimasyarakat dikenal dengan HOAX dimana caranya buat kebohongan menjadi
kenyataan dan kemudian dibenarkan oleh masyarakat, negara berhak melakukan berbagai
tindakan dan sikap terhadap lembaga persshal ini bisa dilihat pada kasus ini
hampir sama tahun 1950-1959 dengan adanya pembredelan kantor berita Suara
Merdeka,Keng Po, Lembaga dan hal ini dilanjut pada masa demokrasi terpimpin,
orde baru yang sejatinya perss hanya sebagai terompet penguasa masa orde
reformasi perss sudah semakin terbuka tapi masih juga memihak ke berbagai pihak
yang memiliki suatu otoritas kekuasaan dengan membuat control of mind pengendalian pikiran dan hal ini merujuk pada
tindakan masyarakat yang condong memihak golongan tertentu.
2. TINJAUAN
PUSTAKA
Bungin
(2006:17), bahwa asal mula kajian komunikasi dalam sosiologi bermula dari akar
tradisi pemikiran Karl Marx, dimana Marx sendiri termasuk pendiri sosiologi
yang beraliran Jerman. Gagasan-gagasan awal Marx tidak pernah lepas dari
pemikiran Hegel.Sementara Hegel memiliki pengaruh yang kuat terhadap Marx
karena media massa merupakan komunikasi yang sangat diperlukan dalam bidang
sosiologi, juga menyebutkan bahwa ternyata sosiologi telah menaruh minat pada
persoalan komunikasi. Sejak Auguste Comte memperkenalkan istilah dinamika
sosial, dapat ditarik pemikiran bahwa peranan perss sebagai alat control social
sangat diperlukan sehingga komunikasi
dapat berjalan jika dibuat skema :
Sosial
|
Lingkungan
/ kepribadian
|
Perss
|
3.1. Perkembangan
Perss di Indonesia
Perkembangan Pers di Indonesia tidak pernah bisa lepas pada
masa penjajahan negara Belanda dan
Jepang. Berikut ini merupakan ulasan tentang pers Indonesia di zaman pendudukan
Negara Belanda dan Jepang. Pers Indonesia di zaman Belanda juga dikelola oleh
para pemimpin gerakan kebangsaan dan keagamaan di Indonesia yang sekaligus
merangkap menjadi pemimpin redaksi atau pembantu dari majalah atau surat kabar
organisasi yang di pimpinnya. Di bawah ini dapat kita lihat surat-surat kabar
partai atau perhimpunan:
Harian
Sipatahoenan diterbitkan oleh
paguyuban Pasundan, pimpinan Oto Iskandardinata, Bakrie Soeriatmadja, dan
Muhammad Kurdi. Pikiran Rakyat di Bandung dipimpin oleh
Ir.Soekarno sebagai suara Partai Nasional Indonesia (PNI). Menurut
Nurudin (2009) dalam bukunya yang berjudul jurnalis masa kini, selain
surat-surat kabar partai atau perhimpunan, terdapat juga surat kabar dari non
partai antara lain:
Persamaan, di Padang dipimpin oleh Sutan
Palindih dan Muh. Yunus Is. Pertja Selatan, di Palembang dipimpin oleh
Bratanata dan Tjuk Ning. Berita Baroe di Makassar dipimpin oleh Sasanone. Soera
Kalimantan, dipimpin
oleh AA Hamidhan (Nurudin,2009:37)
Pada masa penjajahan Belanda, pers Indonesia sudah
mempunyai kantor berita yang di sebut dengan nama “Aneta” yang kemudian pada
tahun 1951 dibeli oleh pengusaha-pengusaha nasional dan melalui yayasan pers
biro “Indonesia-Aneta” dengan “pers biro Indonesia” akhirnya dilebur menjadi
satu dengan nama “Antara”. Aneta didirikan pada tanggal 1 April 1917 oleh
Dominique W. Berrety, seorang yang berketerunan bangsa Italia dan Indonesia.
Sebelum Aneta berdiri, setiap surat kabar di Indonesia mempunyai kantor
beritanya sendiri yang memerlukan biaya sangat besar dan berita yang diterima
tidaklah terlalu lengkap.
Kalangan pers kolonial di zaman penjajahan Belanda ada
kantor berita Aneta, di dalam kalangan pers nasional yang di tengah-tengah
pergerakan dan pers kita menghadapi hantaman oleh pihak penjajah, maka pada
tanggal 13 Desember 1937 berdirilah Kantor
Berita Nasional “Antara” yang memegang peranan penting dalam perjuangan
bangsa Indonesia. Jika Aneta menyiarkan berita-berita yang sifatnya membela
segala prestasi dan segala kebaikan hati Belanda, maka dengan berdirinya kantor
berita Antara dengan maksud untuk menandingi kantor berita Aneta dan juga
sebagai untuk mengkoordinasikan dan mempersatukan kekutan pers nasional dalam
suatu bentuk sumber berita-berita yang tidak kolonial dan tidak nasional.
Walaupun dalam azasnya, “Antara” didirikan untuk menyiarkan berita-berita yang
objektif dari segala penjuru tanah air.
Tokoh-tokoh yang mendirikan “Antara” adalah Albert Manumpak Sipahutar sebagai
pemimpin redaksi dan pendukung ide jurnalislik.Karena A.M. Sipahutar menderita
penyakit paru-paru, maka diangkatlah Pandu Kartawiguna sebagai pembantu
Sipahutar.Sumanang, dan Adam Malik sebagai direktur dan
pendukung ide politiknya. Perkembangan Pers Indonesia pada zaman penjajahan
Jepang berlangsung antara tahun 1942 sampai tahun 1945 dengan pecahnya Perang
Pasifik yang dimulai pihak armda Jepang pada tanggal 8 desember 1941 dengan
pemboman Pearl Harbour oleh pesawat-pesawat Jepang, Namun, baru satu bulan
Jepang menduduki Indonesia, rasa senang ini berubah menjadi kekecewaan karena
semua surat kabar Indonesia menemui ajalnya atau ditutup. Semua surat kabar
yang tadinya berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu dengan
pers jepang, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana
serta tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka sebut dengan “dai Toa Senso” atau perang Asia Timur
Raya.
Zaman pendudukan Jepang, pers adalah alat perjuangan Jepang
serta karangan-karangan yang dimuat hanyalah yang mendukung Jepang
semata.Walaupun demikian ada juga segi positif bagi karyawan pers kita pada
masa ini. Jika di zaman Belanda oplaag surat kabar kita tidaklah berarti, maka
di zaman Jepang oplaag rata-rata berkisar antara dua puluh ribu sampai tiga
puluh ribu eksemplar tiap hari. Hal ini antara lain disebabkan karena
orang-orang Jepang menganggap bahwa orang yang tidak membaca surat kabar tiap
hari adalah orang yang bodoh.
Setelah melewati bebagai periode kemerdekaan, pasca
kemerdekaan, orde lama, orde baru hingga Reformasi yang merupakan masa
pencerahan datang terhadap kebebasan pers, setelah runtuhnya rezim Soeharto
pada tahun 1998. Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang
menguntungkan bagi masyarakat.Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu
mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat.[N9]
3.2 Perss di Era Reformasi
Era reformasi tahun 1998 digulirkan di Indonesia, pers
nasional bangkit dari keterpurukannya dan kran kebebasan pers dibuka lagi yang
ditandai dengan berlakunya UU No.40 Tahun 1999.Berbagai kendala yang membuat
pers nasional "terpasung", dilepaskan. SIUUP (surat izin usaha
penerbitan pers) yang berlaku di Era Orde baru tidak diperlukan lagi, siapa pun
dan kapan pun dapat menerbitkan penerbitan pers tanpa persyaratan yang rumit.
Dan juga Undang-undang No. 40 tahun 1999
plus Kode Etik Jurnalistik (KEJ), memberi kebebasan seluasnyaluasnya kepada
para penulis untuk berkreasi melalui coretan pena wartawan, meskipun kritis,
tapi tetap dalam koridor hukum dan kode etik yang telah ada. Pers dalam era
reformasi tidak perlu takut kehilangan ijin penerbitan jika mengkritik pejabat,
baik sipil maupun militer.
Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru
cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen.Keberanian pers dalam
mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia, di era reformasi
ini.Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang
benar, dan bukan benar sekadar menurut media.Pers diharapkan memberikan berita
harus dengan se-objektif mungkin, hal ini berguna agar tidak terjadi
ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnya mengenai informasi tentang
jalannya pemerintahan.
Ada
hal lain yang harus diperhatikan oleh pers, yaitu dalam membuat informasi
jangan melecehkan masalah agama, ras, suku, dan kebudayaan lain, biarlah hal
ini berkembang sesuai dengan apa yang mereka yakni. berkembangnya kebebasan pers di era
reformasi ini juga membawa pengaruh pada masuknya liberalisasi ekonomi dan
budaya ke dunia media massa, yang sering kali mengabaikan unsur pendidikan.
Sebagai dampak dari komersialisasi yang berlebihan dalam media massa saat ini,
eksploitasi terhadap semua hal yang mampu membangkitkan minat orang untuk
menonton atau membaca pun menjadi sajian sehari-hari. Ada dua pandangan besar mengenai kebebasan
pers ini. Satu sisi, yaitu berlandaskan pada pandangan naturalistik atau
libertarian, dan sisi lain pada pandangan teori tanggung jawab social
terabaikan dapat contoh sehari-hari banyaknya iklan dari perusahaan asing dan
acara yang mengikuti tren dari luar.
[N10] Kemerdekaan
pers dalam arti luas adalah pengungkapan kebebasan berpendapat secara kolektif
dari hak berpendapat secara individu yang diterima sebagai hak asasi manusia
Masyarakat demokratis dibangun atas dasar konsepsi kedaulatan rakyat, dan
keinginan-keinginan pada masyarakat demokratis itu ditentukan oleh opini publik
yang dinyatakan secara terbuka.Hak publik untuk tahu inilah inti dari
kemerdekaan pers, sedangkan wartawan profesional, penulis, dan produsen hanya
pelaksanaan langsung Tidak adanya kemerdekaan pers ini berarti tidak adanya hak
asasi manusia (HAM) hal ini tidak diawasi dan dibuat hukum yang kuat maka ini
bisa di pulangkan kembali kepada konsumen yang melihat perss menurut pandangan
mereka.
3.3.Perss Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Kebebasan pers sekarang yang dipimpin presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, negara dan bangsa kita
membutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab (free and responsible
press). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan pers dan kesadaran
pengelola media massa (insan pers), khususnya untuk tidak berbuat semena-mena
dengan kemampuan, kekuatan serta kekuasaan media massa (the power of the
press). Di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil
PresidenBoediono, kebebasan pers Indonesia idealnya dibangun di atas landasan
kebersamaan kepentingan pengelola media, dan kepentingan target pelayanannya,
tidak peduli apakah mereka itu mewakili kepentingan negara (pemerintah), atau
kepentingan rakyat.
Hal ini berbeda pada masa orde baru ada suatu Badan yang
mengusahakan Pers adalah Commissie voor
de Volkslectuur. Badan ini bermaksud menetralisir
dan memberantas pers nasional dengan menerbitkan bacaan yang sangat baik dan
sangat murah(DEPPEN RI,78)badan ini telah ada pada masa Belanda dengan tujuan
menganulir dan menghilangkan sumber HOAX pada suatu berita, merangkum sumber
yang diperoleh dan siapa yang menyebarkan berita dari badan ini di anjurkan
untuk membaca dan berlangganan surat kabar tersebut.
Perss membantu kemerdekaan Indonesia dalam lingkup pergerakan
nasional membentuk suatu organisasi Karena organisasi-organisasi itu memiliki
beberapa ciri yaitu:
Keanggotaannya tidak berdasarkan
atas suku tertentu, sebagian besar pemimpin organisasi pergerakan nasional itu
berasal dari kalangan terdidik yang memperoleh pendidikan Barat sert kelompok
intelektual yang sudah bergaul dengan berbagai bangsa, baik melalui sekolah di
negeri Belanda maupun yang telah menunaikan ibadah haji.
Organisasi-organisasi
tersebut mempunyai tujuan yang jelas bagi kepentingan seluruh bangsa di bidang
pendidikan, sosial, ekonomi, budaya dan politik. Organisasi-organisasi tersebut memiliki paham kebangsaan
atau nasionalisme (Kemendikbud.go.id,1:38AM:
20-10-2013).
[N11] Pers pada masa reformasi
merupakan terompet organisasi pergerakan yang menyatukan masyrakat bahkan
dengan menjadi corong pemerintah sebagai cerminan negara.Pers merupakan
organisasi pelayan masyarakat.pada masa perjuangan banyak perusahaan pers nasional
yang dibumi hanguskan, ditutup, dan wartawan-wartawannya yang ditangkap,
disiksa, dipenjarakan dan bahkan dibuang. Mutu pers pada masa refromasi mulai berbenah dan
mengumpulkan para jurnalis yang berpendidikan. Berikut ini perkembangan pers
pada masa reformasi Redaksi Jurnalis memiliki syarat yang
diperlukan minimal tamatan SMA/Sederajat (mental dan kecerdasan).
Kebanyakan
dari cendikiawan kita yang mulai memanfaatkan pers untuk mengumumkan
pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya. Hingga pers kita mulai punya
tenaga yang dapat memberikan watak pendidikan pada suratkabar.
1. Pemberitaannya modern dikemas
secara sederhana dan mudah dipahami serta dapat dipercaya berdasarkan sumber darimana
diperoleh
2. Administrasi
3. Modal, bersumber dari pemilik modal
besar.
4. Menjalankan manajemen system yang
kompleks.
5. Jumlah reporter yang mulai
berkembang.
6. Tidak ada lagi tunggakan uang
langganan.
7. Pengawasan atas jalannya pekerjaan
mulai terarah. Hingga orang cepat dapat mengetahui mundur atau majunya
perusahaan, yang mendesak mengadakan perluasan dan perbaikan.
8. Upah terlalu sudah mulai membaik.
9. Percetakan
10. modern.
11. Pegawai berpendidikan.
12. Pembagian pekerjaan memuaskan.
13. Upah terlalu sedang.
14. Tempat kerja diatur praktis, ekonomis, dan sehat.
Pada masa Belanda Tidak sedikit para pemimpin pers yang
ditangkap atas tulisan atau kritikannya hal ini juga sama seperti masa orde
baru semenjak masa reformasi para petinggi pers tidak ada yang mengalaminya(Suryadinata,leo.2010;45). Pada masa Belanda Mereka dianggap
sebagai para pengganggu pemerintahan Hindia Belanda.Masa reformasi pers sangat
penting bagi kelangsungan hidup bangsa karena infromasi sangat diperlukan
dimasa sekarang.
4.
KESIMPULAN
Pers di Indonesia di
perkirakan sudah ada sekitar abad 19 dan 20 selama masa penjajahan Awalnya pers
di Indonesia tidak terlalu penting oleh pemerintah Belanda. Seiring
berkembangnya waktu peranan pers sangat dibutuhkan karena banyaknya informasi
yang digali dari kehadiran pers sehingga menumbuhkan rasa kesadaran akan kesamaan tekad,
harapan, kemanusiaan hingga politik oleh masyarakat, selama masa reformasi pers
sudah mulai berkembang hingga masyarakat dapat memilah infromasi dan melihat
situasi yang disampaikan oleh pers. Jadi, Pers sangat berpengaruh terhadap bangsa ini, mulai
dari kemerdekaan, pengakuan kedaulatan, sampai kini masa reformasi, semuanya
dipengaruhi oleh pers. Maka reformasi ada karena dunia Pers memegang peranan
penting dalam perjalanan bangsa ini jika pers tidak ada bangsa Indonesia tidak
akan muncul. Pers pada masa perjuagan kemerdekaan disebut sebagai pers
nasional. Pada masa sekarang, pers merupakan termasuk ke dalam media massa.
5.
SARAN
Agar sejarah perkembangan pers digali lebih mendalam. Supaya insan pers yang sekarang
tidak melupakan insan pers yang terdahulu dan tetap memegang teguh kode etik
jurnalis sesuai undang-undang berlaku. Di tiap provinsi dibuat gedung yang
khusus untuk mengenag jasa-jasa pers terdahulu. Tidak menghilangkan fungsi dari
pers itu sendiri. Yaitu sebagai sarana informasi, pendidikan, hiburan, dan
kontrol sosial. Pendidikan merupakan komponen
paling penting dalam perubahan dan kemajuan
bangsa.
As Haris Sumadiria, 2008.Jurnalistik Indonesia, Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Basri,Syamsul,1987.Pers
dan Wartawan Sebagai Pembangkit Kesadaran Bangsa Melawan Penjajah,Jakarta:DEPPEN
RI
Burhan Bungin.2007. Sosiologi Komunikasi,
Surabaya
Depari, Eduard dkk, Peranan
Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Suatu.
Kumpulan Karangan, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta, 1978.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DIY, Peranan Media Massa
Lokal Bagi Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan Daerah, 1997
I Taufiq, 1977.Sejarah
dan Perkembangan Pers di Indonesia, Triniti Press: PT. Triyinco
Jahi, Amri, Komunikasi Massa dan
Pembangunan di Negara-negara Dunia Ketiga : Suatu Pengantar, PT. Gramedia,
Jakarta, 1988
Nurudin,2009.Jurnalisme Masa Kini,Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada
Sugiarto,
Ryan, 2008. Mengenal Pers Indonesia,
Yogyakarta: Insan Medani
Suhandang,Kustadi,2010.Pengantar
Jurnalistik:Seputar Organisasi,Produk dan Kode Etik, Nuansa:Bandung
Surat Kabar Indonesia pada Tiga
zaman, tanpa
tahun, tanpa tempat,DEPPEN RI
Suryadinata,Leo,2010.Etnis
Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia,Kompas Media Nusantara:Jakarta
Komentar
Posting Komentar