TNI AL Dalam Gejolak Politik Tanah Air

      TNI merupakan suatu lembaga yang bertugas melindungi negara dari ancaman luar maupun dalam yang resmi dan berdasarkan undang-undang yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang membuatnya, TNI AL yang dulu dikenal dengan KKO (Korps Komando Operasi) atau dikenal juga marinir bertugas di Laut makanya ada slogan "di lautan kita jaya".

      Sejarah TNI-AL dimulai tanggal 10 September 1945, setelah masa awal diproklamasikannya kemerdekaan negara Indonesia, administrasi pemerintah awal Indonesia mendirikan Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut). BKR Laut dipelopori oleh pelaut-pelaut veteran Indonesia yang pernah bertugas di jajaran Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda) pada masa penjajahan Belanda dan Kaigun pada masa pendudukan Jepang.

          Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya. Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal-kapal peninggalan Jawatan Pelayaran Jepang diperdayakan, dan personel pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas sebagai penjaga laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka menyebarluaskan berita proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu mereka juga melakukan pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan bantuan dari luar negeri.

       Selama 1949-1959 ALRI berhasil menyempurnakan kekuatan dan meningkatkan kemampuannya. Di bidang Organisasi ALRI membentuk Armada, Korps Marinir yang saat itu disebut sebagai Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL), Penerbangan Angkatan Laut dan sejumlah Komando Daerah Maritim sebagai komando pertahanan kewilayahan aspek laut. semenjak terbentuk tentunya diantara lembaga pertahanan negara baik TNI AD, AL bahkan AU memiliki gesekan hingga konflik kompetensi yang dimulai dari Taruna hal ini tidak mengherankan penulis karena semuanya ingin terlihat bahwa diantara mereka memiliki kharisma dan rasa kebanggaan didada mereka bahkan Kompetisi antara Marinir dan satuan TNI AD sudah menjadi cerita lama. Gesekan di lapangan antara personel Marinir dengan personel Kopassus atau Kostrad, sudah seringkali kita dengar bahkan dengan TNI AU. Termasuk kompetisi di tingkat kelembagaan, salah satunya persaingan laten (tersembunyi) antara satuan khusus Denjaka (Marinir) dan Satgultor 81 (Kopassus). Unsur pimpinan sangat menentukan dalam meredam gejolak ini, jangan sampai menimbulkan ekses negatif.

      Bahkan sebenarnya persaingan itu sudah dikondisikan sejak masa pendidikan, saat mereka masih berstatus taruna. Di masa lalu, ketika hiburan dan kesenian pop belum semarak sekarang, penampilan drumb band taruna  sangat dinanti-nanti masyarakat. Pada pertengahan tahun 1960-an, ada sedikit persaingan antara drum band taruna Akmil Magelang dan taruna AAL Surabaya.

       Kebetulan penyelaras irama (drum band mayorete) taruna AAL, adalah taruna yang sangat tampan, yakni Sermatar (Sersan Mayor Taruna) Djoko Pramono (Marinir, AAL 1966), yang bila tampil selalu membuat remaja puteri menjadi histeris. Kemudian penyelaras irama taruna Akmil adalah Nurhana (CPM, Akmil 1965).  Di kemudian hari Djoko Pramono berhasil menjadi Komandan Korps Marinir (1994-1996), sementara Nurhana terakhir menjadi Komandan Pomdam V/Brawijaya, dan pensiun dengan pangkat terakhir Kolonel CPM.

       Satu pelajaran yang bisa kita petik adalah, bahwa hubungan antar korps pada dasarnya rentan konflik. Untuk itulah diperlukan kepemimpinan TNI yang kharismatik dan mengakar di bawah, agar potensi konflik antar satuan bisa diredam, kemudian diproses  menjadi energi positif bagi peningkatan performa korps.

      Tahun 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa kapal-kapal perang jenis korvet kelas Parchim, kapal pendarat tank (LST) kelas 'Frosch', dan Penyapu Ranjau kelas Kondor tapi sayangnya hingga kini Indonesia belum ada kapal induk yang mampu menjangkau semua lini bahkan kapal selam tenaga nuklir ya menurut penulis Indonesia bisa mencontoh NAZI dalam industrinya, mencontoh Uni sovyet dalam militer, mencontoh amerika dengan intelijennya bahkan Jepang pun dicontoh karena disiplinya tentu hal ini bukan PR yang mudah diselesaikan dalam waktu yang singkat ditambah sekarang adanya gonjang-ganjing perang dunia III karena rasa tamaknya manusia
     
     Penulis berharap adanya penambahan kekuatan armada disegala lini ini dikarenakan banyak pihak terutama pertahanan Indonesia dinilai masih jauh dari kebutuhan dan tuntutan tugas, lebih-lebih pada masa krisis multidimensional ini yang menuntut peningkatan operasi namun perolehan dukungannya sangat terbatas. Reformasi internal di tubuh TNI membawa pengaruh besar pada tuntutan penajaman tugas TNI AL dalam bidang pertahanan dan keamanan di laut seperti reorganisasi dan validasi Armada yang tersusun dalam flotila-flotila kapal perang sesuai dengan kesamaan fungsinya dan pemekaran organisasi Korps Marinir dengan pembentukan satuan setingkat divisi Pasukan Marinir-I di Surabaya dan setingkat Brigade berdiri sendiri di Jakarta.

dikutip berbagai sumber :


Komentar

Postingan populer dari blog ini

intel vs amd dan arm

Standar profesi ACM dan IEEE Standar Profesi di Indonesia dan Regional

Arah demokrasi Indonesia