KONFRONTASI INDONESIA-MALAYSIA TAHUN 1963-1966

Penyebab adanya konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia tentu ada sebab musababnya, konflik antara Indonesia-Malaysia merupakan suatu konflik saling hadap berhadapan atau dikenal dengan konfrontasi, hal ini terjadi dalam satu kawasan (regional)  yang sama yaitu Asia Tenggara, konfrontasi termasuk dalam jenis-jenis konflik, menurut Dahendrof  termasuk dalam konflik antar politik, karena Malaysia telah melanggar Perjanjian Manila (Manila Accord), tapi situasi memanas dan tidak memunculkan perang teritorial (kawasan) di Asia Tenggara. Tapi menurut penulis adanya konfrontasi karena campur tangan politik antara Blok Barat dan Blok Timur yang melakukan politik domino mengingat Indonesia memiliki Partai Komunis terbesar ketiga setelah Uni Sovyet dan RRC  diluar kawasan komunis (Asia Tenggara) membuat Blok Barat terutama Inggris dan Amerika merasa khawatir jika Indonesia masuk dalam Blok Timur sehingga memunculkan situasi perang regional (kawasan) di Asia Tenggara terutama dengan Malaysia.

      Situasi konflik di Indonesia pada masa konfrontasi karena adanya suatu kepentingan dan sikap Indonesia yang menganggap Malaysia sebagai suatu kepentingan Inggris di Asia Tenggara sehingga di Indonesia memunculkan gerakan Komando Ganyang Malaysia (KOGAM) dan mempersiapkan Front Nasional (FRONAS) yang merupakan sukarelawan Indonesia untuk melakukan kegiatan Ganyang Malaysia di Kepulauan Riau, Front Nasional (FRONAS) diletakkan disekitar Pulau Sambu sekarang masuk daerah Batam yang berdekatan dengan perbatasan Malaysia, mereka bertujuan menyabotase serta menyebarkan Info untuk membantu Indonesia melawan Inggris di Malaysia sehingga perekonomian disekitar Kepulauan Riau khususnya Tanjung Balai Karimun tidak berjalan dengan normal akibat kegiatan politik tersebut.

 Hal ini juga termasuk dengan majalah Veteran Vol 2 No 8 Juni 2012:
”Situasi politik konfrontasi memuncak, Capa Cowad Putri ditetapkan sebagai Komandan Kompi “Sukarelawati Brigade Tempur” Dwikora 1964 – 1965 dalam wilayah operasi Jakarta dan Riau Kepulauan melanjutkan perjuangan Capa Herlina dan kawan-kawan sebagai perempuan tangguh yang berani memikul beban setara dengan lelaki. Pada tanggal 6 Juni 1965 mengimbangi tekad para lelaki, Sukarelawati bergerak dari Home Base menuju medan juang, diangkut Truck tempur terbuka. Lagu-lagu perjuangan menyemangati Sukarelawati berani mati untuk Ibu Pertiwi “Maju tak gentar membela yang benar. Maju tak gentar pasti kita menang”. Melalui upacara Militer dan kalungan bunga para Sukarelawati dilepas ke medan tugas dari Pelabuhan Tanjung Priok, diangkut Kapal Brantas. Segalanya berjalan sesuai Prosedur Tetap (PROTAP). Pasukan Sukarelawati menyebar menempati Pos-Pos Strategis dari Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Uban, Pulau Sambu dan Dabo Singkep”.(Majalah Veteran Vol 2 No 8 Juni 2012 Hal: 14)

       Sebelum adanya konfrontasi Indonesia, Malaysia dan Filipina telah membuat nota kesepakatan yang dikenal dengan persekutuan Malaysia, Philipina dan Indonesia (MAPHILINDO) yang diikat dengan perjanjian Manila Accord perjanjian tersebut ditandatangani oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno, PM Malaysia Tengku Abdul Rahman dan Presiden Filipina Diosdado Pangan Macapagal Aroyo.
Hal ini senada dengan:
Bahwa pergolakan di Brunei inilah yang dijadikan dasar oleh Indonesia untuk menentang secara terbuka rencana pembentukan Malaysia. Dengan kejadian di Brunei itu Indonesia menegaskan, bahwa rencana pembentukan Malaysia tidak sepenuhnya mendapat dukungan rakyat, atau popular support dari rakyat setempat, terutama mereka yang berada dibawah kekuasaan Inggris(Yahya A. Muahimin. 2005:160-161)

Kalimantan saat terjadinya konfrontasi terbagi dalam 4 administratif pada tahun 1961, di Kalimantan utara berbatasan dengan Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia. Rencana pembentukan Federasi Malaysia ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia, Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka kepentingan bagi Inggris dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini (Asia Tenggara) sebagai bentuk neokolonialisme baru, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia, mengingat Inggris memiliki daerah kekuasaan di Australia sedangkan Filipina juga membuat klaim atas Sabah dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.
”Pada tanggal 17 September 1963 Jenderal A.H Nasution dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap politik Soekarno, dan menginstruksikan kepada aparat-aparat pemerintah agar menjalankan politik yang baru dari Presiden Soekarno itu dengan segala kemampuan yang ada.( Yahya A. Muahimin, 2005:163)

Konfrontasi terjadi tanggal 26 September 1963 membuat perekonomian yang berada di sekitar perbatasan menjadi lumpuh semua hubungan diplomatik terputus. Sehingga membuat kebutuhan pokok masyarakat semakin sulit dan toko-toko perlahan-lahan tutup, Adapun faktor-faktor tersebut yang bisa penulis simpulkan adanya dua faktor yang pertama faktor internal dan eksternal antar kedua negara:
Faktor Internal Indonesia:
·         PKI mempunyai suara terbanyak mendukung politik konfrontasi dan ideologi NASAKOM yang dibuat oleh Ir.Soekarno.
·         Presiden Soekarno ingin memasukkan Kalimantan Utara ke dalam wilayah NKRI.
·         Adanya dukungan TNI-AD untuk mengikuti politik konfrontasi sebagai strategi untuk mengimbangi PKI.
·         Soekarno marah dengan adanya tindakan demonstrasi anti-Indonesian di Malaysia dengan cara menginjak-injak lambang negara Indonesia dan Soekarno melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia.
·         Presiden Soekarno memutuskan hubungan diplomatik dan hubungan ekonomi dengan Malaysia.
·         Adanya pemutusan ekonomi menyebabkan munculnya perdagangan ilegal karena adanya desakan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Faktor Eksternal Indonesia:
·         Berhubungan dengan usaha untuk menjadikan Malaysia sebagai anggota PBB yang kemudian hari Malaysia diangkat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Hal inilah dikemudian hari membuat Indonesia keluar dari forum PBB.
·         Malaysia telah melanggar kesepakatan Manila Accord yang telah disepakati oleh ketiga kawasan yaitu Indonesia dan Fillipina.
·         Malaysia tidak mengundang Indonesia dalam pembentukan Federasi Malaysia.
·         Adanya kemauan Inggris dan Amerika dalam menentukan sikap politik di kawasan Asia Tenggara termasuk politik domino.
Sedangkan di Malaysia sedang mengalami suatu pergolakan, masyarakat Malaysia ingin merdeka sendiri tapi di balik itu Inggris memainkan peranan politik di Malaysia ditambah ikut sertanya Soekarno yang tidak menyetujui dengan adanya penyatuan Federasi Malaysia.
Fakor Internal Malaysia:
·         Adanya keinginan masyarakat Malaysia untuk merdeka.
·         Politik didalam negeri Malaysia, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
·         Ketika Federasi Malaysia terbentuk tanggal 16 September 1963 Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar beberapa hari setelah pembentukan Federasi Malaysia.
Faktor Eksternal Malaysia:
·         Filipina memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.
·         Malaysia menangkap agen Indonesia dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.
·         Malaysia dilantik oleh Inggris menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB
·         Pemerintah Inggris memforsir kemerdekaan Malaysia dan melakukan kesalahan dalam pelaksanaan Manila Agreement.
·         Fillipina mengklaim atas Sabah yang terletak di Kalimantan pada masa itu oleh Inggris telah dimasukkan dalam wilayah Federasi Malaya.
Adanya faktor-faktor yang terjadi merupakan suatu eskalasi (pertambahan/pengembangan) terhadap suatu konflik terutama dalam hal konfrontasi antara Indonesia-Malaysia, kejadian awalnya adanya persetujuan terhadap Manilla Accord yang telah disepakati oleh masing-masing negara yaitu Indonesia, Filipina dan Malaysia.
Pelanggaran kesepakatan Manilla Accord yang dilakukan oleh Malaysia merupakan hal yang disengaja karena di negara Malaysia sendiri masih ada yang mendukung Inggris dan disatu sisi Indonesia menganggap Malaysia telah melanggar kesepakatan dan memandang Inggris membentuk Federasi Malaya sebagai bentuk kolonial gaya baru (Neo-kolonialisme). Hal inilah menimbulkan konfrontasi sehingga memaksa Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dan ekonomi. Pemutusan hubungan diplomatik dan ekonomi inilah yang menyulitkan masyarakat sekitar perbatasan antara Indonesia-Malaysia.

Perubahan ekonomi pada masa sebelum konfrontasi, saat konfrontasi dan pasca konfrontasi sangat berbeda, sebelum konfrontasi keadaan masyarakat sangat berkecukupan bila ada barang kebutuhan tinggal beli semuanya ada dari perangkat elektronik seperti radio dan televisi, tentu saja perangkat tersebut untuk kalangan berada, jika masyarakat secara umum tentu tidak mengalami kesulitan, pada saat konfrontasi keadaan perekonomian tentu saja sangat menyulitkan masyarakat sehingga menimbulkan masalah baru terutama adanya perdagangan ilegal yang dikenal dengan istilah Semoukil yang dilakukan pertama kali oleh nelayan-nelayan disekitar Kepulauan Riau dengan tujuan memenuhi kebutuhan pokok. Pasca konfrontasi keadaan perekonomian masyarakat berangsur-angsur kembali normal semua bahan pokok mulai masuk dari berbagai daerah dan ketergantungan dengan negara tetangga mulai berkurang.

          Akhir dari konfrontasi yang terjadi selama 3 tahun diselesaikan dengan adanya Konferensi Bangkok tahun 1966 dengan tujuan mengembalikan kedaulatan masing-masing negara yang bertikai, Dunia Internasional telah mengetahui adanya konfrontasi di kawasan Asia Tenggara selama pra konfrontasi negara-negara di Asia Tenggara masih dalam proses pembentukan negara baru (merdeka) sedangkan kedua negara Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas masyarakat di wilayah Malaysia yang hendak dilakukan dekolonialisasi dengan Inggris memilih merdeka sendiri dalam sebuah referendum yang dilaksanakan oleh organisasi internasional yang independen (PBB). Tanggal 16 September 1963 sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan, Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai Persetujuan Manila yang dilanggar oleh pihak Malaysia dan hal ini sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris sehingga  memicu konfrontasi tersebut. Sebab konfrontasi tidak terjadi perang karena masyarakat perbatasan tidak mengharapkan terjadinya perang selain itu antara masyarakat perbatasan dan masyarakat di Malaysia merupakan bangsa yang serumpun.

”Persetujuan Manila yang dicapai tanggal 5 Agustus, oleh Presiden Soekarno dengan P.M Tengku Abdul Rahman serta Presiden Filipina Macpagal. Persetujuan itu antara lain menyebutkan, bahwa Filipina dan Indonesia akan mengakui Malaysia bilamana dukungan dari rakyat Serawak dan Sabah serta Brunei telah dibuktikan oleh komisi internasional yang independen serta tidak memihak (PBB), dan bahwa ketiga negara Melayu bersama-sama membentuk gabungan negara Maphilindo”.( Yahya A. Muahimin. 2005:162)

            Penyelesaian konfrontasi dilakukan dengan adanya Konferensi Bangkok pada Tanggal 28 Mei 1966 di Bangkok, Thailand. Penyelesaian konfrontasi antar kedua negara telah disepakati dan diadakanlah Konferensi Bangkok demi memulihkan hubungan antar kedua negara baik dari segi hubungan diplomatik, politik, pendidikan, sosial, budaya hingga ekonomi untuk menjaga kestabilan, kedudukan dan kehormatan masing-masing negara dalam satu kawasan yaitu Asia Tenggara. Tujuan Konferensi Bangkok adalah supaya antar negara-negara di Asia Tenggara bisa menjalankan pemerintahan secara kondusif tanpa adanya konflik dan menghormati kebijakan-kebijakan dalam negeri masing-masing negara.

            Konferensi Bangkok dikenal juga dengan Persetujuan Bangkok ditujukan untuk menenangkan negara-negara yang mempunyai konflik, terutama konfrontasi Indonesia dengan Malaysia,  berakhirnya konfrontasi antar kedua negara terutama dalam hubungan bilateral dan diplomatik kembali kondusif hal ini juga menandai pemimpin-pemimpin di Asia Tenggara perlunya mengadakan kerjasama regional untuk memperkuat kedudukan dan kestabilan sosial ekonomi di Asia tenggara dengan tujuan menghormati antar negara dan menjaga perdamian dunia. Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya G 30 S / PKI. Oleh karena konflik nasional ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan konfrontasi dengan Malaysia menjadi berkurang dan konflik perbatasan pun mereda.

            Tanggal 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Thailand pemerintahan Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik mengenai konfrontasi. Kekerasan dalam konflik tersebut berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus 1966 dan diresmikan dua hari kemudian.

”Konfrontasi dengan Malaysia berakhir setelah tercapainya Persetujuan Bangkok, setelah perundingan 29 Mei-1 Juni 1966 antara Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Malaysia Tun Abdul Razak dan Menteri Utama/Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik. Pada Tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta ditandatangani persetujuan untuk menormalisasi hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Dan sejak 31 Agustus 1967 kedua pemerintah telah membuka hubungan diplomatik pada tingkat kedutaan”.(Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia V, Tanpa Tahun:476)

Pasca konfrontasi dengan Malaysia keadaan perekonomian di sekitar kawasan perbatasan mulai berangsur-angsur normal namun penyelundupan masih terjadi tapi tidak sesering pada masa konfrontasi.

”Namun demikian, keadaan ini mulai berangsur-angsur menjadi baik setelah tahun 1967. Karena dikeluarkannya kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan masalah konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Barang-barang kebutuhan mulai masuk ke pasaran di kawasan Karimun, Moro dan Kundur (Sindu Galba, dkk. 2001:77).

     Hubungan diplomatik hingga ekonomi mulai terbuka kembali, peranan dunia internasional tentunya memberikan dukungan dan sambutan baik akan perdamaian di Asia Tenggara khususnya perdamaian terhadap konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, terutama Thailand yang bersedia menjadi tuan rumah untuk menyelesaikan sengketa antara Indonesia dengan Malaysia serta semua konflik yang terjadi dilupakan dan hubungan antar kawasan kembali dengan normal.

Daftar Referensi
Abel Tasman. 2001. Wan Ghalib Untuk Riau Seutas Biografi. Yayasan Pustaka Riau. Pekanbaru

Arbi Sanit.2003. Sistem Politik Indonesia. Rajawali Press: Jakarta

Bliveer Singh. 1994 . Soviet-Indonesian Relations : From Lenin to Gorbachev

Butwell, Richard. 1989. Negara dan Bangsa Asia Jilid 3. Jakarta : Cerolier International inc, diedarkan khusus oleh PT. Widyadara.

D.H.Burger.1962. Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Saduran oleh Prajudi Atmasudirdjo. Pradnjaparamita. Djakarta

Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut. 2013. Sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut 1965-1985.

Gilles Massot. 2003. Bintan Phoenix of The Malay Archipelago. Singapore

Gregory Grossman. [Penerj. Anas Sidik]. 2004 . Sistem-Sistem Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta

Hugh Miall, dkk. 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Rajawali Press : Jakarta

Majalah Legiun Veteran Republik Indonesia Vol. 2 No. 8 Juni 2012

Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto. [Tanpa Tahun]. Sejarah Indonesia IV. Balai Pustaka. Jakarta

Sindu Galba, dkk. 2001. Sejarah Daerah Kabupaten Karimun. Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Karimun. Tanjung Balai Karimun

Yahya A. Muahimin. 2005. Perkembangan Militer Dalam Politik di Indonesia 1945-1966. UGM Press, Yogyakarta


Komentar

Postingan populer dari blog ini

intel vs amd dan arm

Standar profesi ACM dan IEEE Standar Profesi di Indonesia dan Regional

Arah demokrasi Indonesia